Menguak Para Penghuni Gua di Manusela Ekspedisi Gua dan Karst Nusantara “Pulau Seram” IMPALA UB
Siapa
yang tidak mengenal Taman Nasional Manusela di pulau Seram Maluku Tengah. Salah
satu potensi yang menjadi kebanggaan Taman Nasional ini adalah potensi keragaman
fauna yang terdapat di dalamnya. Berbagai jenis satwa baik liar dan dilindungi
dapat di jumpai di kawasan hutan hujan tropis tanah Seram ini.
Taman
Nasional yang juga terkenal dengan bentang alam karstnya hingga ke puncak
gunung Binaya (3.027 mdpl) yang merupakan gunung tertinggi di Maluku ternyata
juga menyimpan potensi gua-gua di dalamnya. Beberapa gua hasil survei di jalur
selatan Pendakian gunung Binaya ditemukan juga beberapa fauna khas gua baik
arthropoda, chiroptera, dan fauna lainnya. Fauna-fauna ini tentu berperan
penting dalam kelangsungan ekosistem gua-gua yang sebagian besar kami temukan dengan medan yang
tidak mudah.
Arthropoda
gua. Fauna berbuku-buku ini memang kerap kali ditemukan di dalam gua.
Fauna-fauna ini menghiasi dinding, atap, dan dasar gua yang lembab dan gelap.
Kalacemeti dari famili charontidae, jangkrik gua (Rhapidophora sp), laba-laba (Heteropoda
sp),dan belalang adalah beberapa sampel fauna yang berhasil kami inventarisir
dari lorong-lorong bawah tanah ini. Selain itu kami temukan pula serangga lain
yang memang belum kami ketahui namanya. Fauna-fauna ini memakan kotoran
kelelawar yang juga terlihat di lantai-lantai gua.
Sama halnya dengan
kelelawar. Fauna satu ini memang merupakan fauna khas gua. Mereka mencari makan
ketika malam dan bertengger mewarnai atap-atap gua pada siang hari.
Microchiroptera merupakan salah satu kelompok dari fauna ini. Mereka pemakan
seranggga. Rhinolophus sp dari gua di
dekat sungai Yamhitala (jalur selatan Binaya) juga menjadi salah satu spesimen
yang kami amati. Berdasarkan hasil identifikasi, dugaan sementara ini adalah Rhinolophus arcuatus atau prok-bruk
ladam. Rhinolophus tidak memiliki tragus, tetapi sebagai gantinya terdapat
antitragus. Ekor terbenam dalam selaput kulit antar paha. Daun hidung sangat
kompleks, memiliki sella. Daun hidung belakang berbentuk segitiga pipih dengan
ujung yang meruncing dan berdiri tegak disebut lanset (Suyanto, 2001). Hasil
identifikasi menunjukkan bahwa kelelawar betina ini memiliki berat tubuh 2,5
gram, panjang tubuh 40 mm, panjang ekor 16 mm, telinga 13 mm, antitragus 4 mm,
panjang lengan 42 mm, betis 19 mm, dan telapak kaki 10 mm. Kelelawar ini tidak
sedang bereproduksi aktif (nipple unswollen) dan diprediksi berusia anak
(Juvenile). Sella nya besar dan daun hidung anterior yang menutupi moncong.
Kelelawar ini berwarna hitam keabuan. Rhinolophus
arcuatus (Prok-bruk ladam) tersebar di Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara,
Maluku, Papua Nugini, dan Filipina. Kelelawar ini biasa berhabitat di gua dan
rongga pohon (Suyanto, 2001). Kelelawar ini ditemukan di gua Yamhitala pada
atap gua nya yang rendah dan hidup berkoloni dengan jumlah yang tidak banyak
disini.
Tidak hanya arthropoda dan
chiroptera. Menelusuri gua-gua disini akan kalian jumpai pula fauna-fauna lain
seperti katak, burung sriti, cacing-cacingan, keong, cicak, dan ulat.
Fauna-fauna ini ditemukan dalam jumlah yang tidak banyak. Hanya beberapa ekor
saja pada beberapa gua.
0 komentar