­

Menguak Para Penghuni Gua di Manusela Ekspedisi Gua dan Karst Nusantara “Pulau Seram” IMPALA UB

by - Maret 01, 2014

Siapa yang tidak mengenal Taman Nasional Manusela di pulau Seram Maluku Tengah. Salah satu potensi yang menjadi kebanggaan Taman Nasional ini adalah potensi keragaman fauna yang terdapat di dalamnya. Berbagai jenis satwa baik liar dan dilindungi dapat di jumpai di kawasan hutan hujan tropis tanah Seram ini.
Taman Nasional yang juga terkenal dengan bentang alam karstnya hingga ke puncak gunung Binaya (3.027 mdpl) yang merupakan gunung tertinggi di Maluku ternyata juga menyimpan potensi gua-gua di dalamnya. Beberapa gua hasil survei di jalur selatan Pendakian gunung Binaya ditemukan juga beberapa fauna khas gua baik arthropoda, chiroptera, dan fauna lainnya. Fauna-fauna ini tentu berperan penting dalam kelangsungan ekosistem gua-gua yang  sebagian besar kami temukan dengan medan yang tidak mudah.
Arthropoda gua. Fauna berbuku-buku ini memang kerap kali ditemukan di dalam gua. Fauna-fauna ini menghiasi dinding, atap, dan dasar gua yang lembab dan gelap. Kalacemeti dari famili charontidae, jangkrik gua (Rhapidophora sp), laba-laba (Heteropoda sp),dan belalang adalah beberapa sampel fauna yang berhasil kami inventarisir dari lorong-lorong bawah tanah ini. Selain itu kami temukan pula serangga lain yang memang belum kami ketahui namanya. Fauna-fauna ini memakan kotoran kelelawar yang juga terlihat di lantai-lantai gua.


Sama halnya dengan kelelawar. Fauna satu ini memang merupakan fauna khas gua. Mereka mencari makan ketika malam dan bertengger mewarnai atap-atap gua pada siang hari. Microchiroptera merupakan salah satu kelompok dari fauna ini. Mereka pemakan seranggga. Rhinolophus sp dari gua di dekat sungai Yamhitala (jalur selatan Binaya) juga menjadi salah satu spesimen yang kami amati. Berdasarkan hasil identifikasi, dugaan sementara ini adalah Rhinolophus arcuatus atau prok-bruk ladam. Rhinolophus tidak memiliki tragus, tetapi sebagai gantinya terdapat antitragus. Ekor terbenam dalam selaput kulit antar paha. Daun hidung sangat kompleks, memiliki sella. Daun hidung belakang berbentuk segitiga pipih dengan ujung yang meruncing dan berdiri tegak disebut lanset (Suyanto, 2001). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kelelawar betina ini memiliki berat tubuh 2,5 gram, panjang tubuh 40 mm, panjang ekor 16 mm, telinga 13 mm, antitragus 4 mm, panjang lengan 42 mm, betis 19 mm, dan telapak kaki 10 mm. Kelelawar ini tidak sedang bereproduksi aktif (nipple unswollen) dan diprediksi berusia anak (Juvenile). Sella nya besar dan daun hidung anterior yang menutupi moncong. Kelelawar ini berwarna hitam keabuan. Rhinolophus arcuatus (Prok-bruk ladam) tersebar di Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, Papua Nugini, dan Filipina. Kelelawar ini biasa berhabitat di gua dan rongga pohon (Suyanto, 2001). Kelelawar ini ditemukan di gua Yamhitala pada atap gua nya yang rendah dan hidup berkoloni dengan jumlah yang tidak banyak disini.

Tidak hanya arthropoda dan chiroptera. Menelusuri gua-gua disini akan kalian jumpai pula fauna-fauna lain seperti katak, burung sriti, cacing-cacingan, keong, cicak, dan ulat. Fauna-fauna ini ditemukan dalam jumlah yang tidak banyak. Hanya beberapa ekor saja pada beberapa gua.

Bicara tentang para penghuni gua, berarti juga berbicara keberlanjutan gua tersebut. Fauna gua menjadi indikator kondisi lingkungan gua. Kegiatan pendataan fauna gua memang sangat diperlukan, mengingat gua sebagai laboratorium alam yang menyimpan rahasia yang tidak banyak diketahui. Save our cave fauna.. (erma).

You May Also Like

0 komentar